Langsung ke konten utama

Jodohku

Jodohku 



Tiga puluh menit  cukup bagiku untuk mempercantik diri,  seperti pemintaan ibu pagi ini aku akan jalan dengan calon suami. Ya aku sudah menerima perjodohan ini, meski  awalnya ragu tapi setelah kupikir-pikir pilihan ibu meski tidak akan salah. Apalagi kami sebenarnya teman sekolah.Sementara bapak hanya setuju saja apa mau ibu.

"Sa, ini Hamim sudah datang, cepat keluar!" teriak ibu dari ruang tamu.

Mendengar teriakan ibu, aku bergegas keluar dan di ruang tamu tampak Mas Hamim duduk  sambil minum teh buatan ibu.

"Sekarang, ya?" tanya Mas Hamim dan tanpa menunggu jawabku dia pun berdiri, "Keburu siang," lanjutnya. 

Aku mengikutinya, setelah berpamitan pada ibu tentunya. Sampai di dekat motor, Mas Hamim memakaikan helmku dan mengaitkannya, dia juga memakai helm dan memberi kode  padaku agar langsung naik di jok belakang.

Di perjalanan kami tidak saling bicara, meskipun sebenarnya banyak yang ingin aku tanyakan.  Pastinya setelah menikah kami bisa saling cerita banyak hal, termasuk kenapa saat itu tiba-tiba dia menghilang.

Sampai di sebuah pusat perbelanjaan dan mencari tempat parkir yang dekat pintu masuk, Mas Hamim melepaskan helmku sebelum melepas helmnya sendiri. "Ayo," sambil menggandeng tanganku Ia mengajakku masuk dan mencari toko emas yang ada di lantai dua.

Sampai di toko kamipun memilih cicin kawin, karena waktunya sudah dekat kami memutuskan beli yang sudah terpajang di etalase dan  mengukirkan nama  kami yang hanya memerlukan waktu dua hari.

Selesai urusan cincin kami keluar dan langsung menggambil motor. Lagi helm dipasangkan oleh calon imamku ini, kali ini dia menatapku lekat tapi sorot matanya teduh.  Entah berapa lama kami saling menatap hingga terasa hangat dipipiku.   

"Su ... sudah mas," Kataku  terbata-bata menahan malu. Malu karena ditatap olehnya, juga malu harus panggil mas. Secara kami kan sebaya.

Sambil tersenyum Mas Hamim naik motor dan menghidupkannya, akupun naik di belakang dan dengan ragu kuberanikan diri untuk berpegangan.

Entah karena dekat apa karena aku melamun tiba-tiba motor sudah sampai di halaman sebuah warung makan yang lumayan bagus. Mas Hamim mengambil sesuatu dari jok motor sebelum mengajakku masuk.

Meja di pojok dekat jendela kami pilih dan saat pemilik warung menanyakan pesanan kamipun kompak pesan nasi rawon. Sambil menunggu kamipun berbincang seputar rencana pernikahan kami.

"Alisa Nurhaini," 

Aku terkejut saat Mas Hamin memanggil dengan nama lengkapku, sambil memberikan bungkusan yang tadi di ambil dari jok motor. Kotak tipis di bungkus kertas warna merah.

"Buka!" perintahnya.

Aku membuka dan tertegun melihat isinya, sebuah buku tulis dan nampaknya buku lama. Itu terlihat dari sampulnya yang bergambar artis tahun delapan puluhan.

"Buku apa ini, Mas?" tanyaku, sambil melihat depan dan belakang buku yang kupegang.

"Buka saja!" jawabnya sambil tersenyum manis.

Aku membuka dan membaca lembar demi lembar isi buku itu. Hatiku menghangat, berbunga, dan entah kata apalagi yang bisa menggambarkan perasaanku.

"Maaf ya, baru sekarang aku kembalikan." ucapnya. Sambil menggaruk tengkuk.

"Ini nasinya, Mas, Mbak," tiba-tiba pemilik warung sudah di depan meja  sambil menaruh pesanan kami. Kemudian kami makan dalam diam.

"Jadi buku ini kamu simpan?" tanyaku setelah menghabiskan makananku.

"Iya dan mengisi halaman kosongnya, sayang kan kalau tidak diisi?" ungkapnya. "Setelah meminjam buku itu dan  belum sempat aku kembalikan, bapakku harus pindah tugas,"  lanjut Mas Hamim.

Aku tak menjawab tapi sibuk meneruskan membaca puisi yang dia tulis di buku milikku saat masa SMA, buku yang di pinjam dan entah kenapa dia menghilang tanpa berita.

         ****

Meski tak jua berjumpa
Dalam do'a kau selalu ada
Mencintaimu yang ada di sana
Berharap ada jalan untuk berjumpa
   
         ****
Aku terharu ....  kemauan ibuku kali ini membuatku bahagia. Siapa sangka keponakan Bu Kades yang di jodohkan denganku adalah teman sekolahku dulu. Tujuh tahun terpisah nyatanya kalau sudah jodoh kembali bertemu, meskipun saat itu aku tidak  mempunyai perasaan apa-apa, saat ini aku akan berusaha mencintainya, apa lagi nyatanya dia mencintaiku sejak lama.

Balikpapan, 20 September 2021






    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya ingin bicara. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya makin lelah dengan keberadaan saya di penulisan. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Jika memang keberadaan saya di penulisan menjadi masalah untuk orang lain, saya akan mundur dengan segera. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Terkait siapa pun saya, mohon jangan mencari tahu terlalu banyak. Agama saya, masa lalu saya, status saya rasanya bukan hal penting untuk Teman-teman. Cukup kenali saya sebagai Raka Sena. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Jika selama mengenal saya pernah melukai ataupun merugikan Teman-teman, saya mohon maaf. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Fabula Publisher bermasalah di hari terakhir pendaftaran. Setelah posting PO kedua Kafaah banyak bermunculan orang-orang yang saya komunikasi pun tidak. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Saya merasa tidak merugikan mereka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Fabula Diskusi mengundang member secara terbuka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Saya tidak tahu s...

Panggil Aku Ramadan

Part 2 Seorang ibu duduk dengan terkantuk-kantuk sambil memegang keranjang kecil di pangkuannya. Keranjang berisi sayur-mayur, tahu, tempe, juga sebungkus ikan asin biji nangka. Ibu itu terbangun ketika tib-tiba sopir mengerem secara mendadak. Bahkan keranjang yang dia pegang hampir menindih si anak kecil yang duduk di sebelahnya. Ibu itu menoleh pada anak itu, "Kamu sendirian? Mau ke mana?" tanyanya. "Dari pasar, Cil. Ini mau ke sekolah," jawab anak tersebut.  Empat ibu-ibu naik ke taksi yang mereka tumpangi, salah satunya duduk di sebelah kiri anak tersebut. Sekarang anak itu terjepit diantara dia ibu yang sama-sama memangku bawaan banyak. Sopir taksi kembali melajukan kendaraan. Kali ini sang laju taksi lebih cepat dari sebelumnya.  Jumlah penumpang telah mencapai delapan orang. Bahkan, sekarang taksi telah dipenuhi dengan berbagai macam bawaan penumpang. Bahkan, ada  dua karung bertumpuk di dekat pintu taksi, entah apa isi karung itu. Taksi melaju dengan kencang...

Rahasia Gunung Semeru

Part VII Pria itu menerima gulungan kain dengan hormat, dia juga membungkukkan badannya saat menerima gulungan itu dan perlahan membukanya. Sesaat pria itu melihat Sans dan menarik nafas panjang sebelum mulai membaca dia berkata, "Ini peninggalan Empu Bameswara Tirtayasa  ditulis pada masa Khadiri. Tulisan ini memakai Bahasa Jawa Kuno dengan huruf Kuadrat." tentu saja Tuan sudah lupa. "Lupa?" tanya Sans tidak mengerti. "Kala itu, Tuan adalah panglima kami, junjungan kami, panutan kami, juga pengayom kami," jelas pria itu. "Thihita Ka Rana. Itu selalu Tuan ajarkan pada kami," lanjutnya. Dahi Sans mengernyit, dia sama sekali tidak mengerti. Namun, dia menunggu penjelasan pria itu. "Sikap hidup yang seimbang antara memuja Tuhan dengan mengapdi pada sesama manusia serta mengembangkan kasih sayang pada alam dan lingkungan. Jadi selain hidup rukun dengan sesama manusia, masyarakat juga diajarkan rukun dengan alam," itu yang selalu...