Langsung ke konten utama

Kaji Pria Wates

Kaji Pria Wates

Wates adalah desa kecil yang jauh dari kota, dikelilingi sawah yang sebagian besar sudah menjadi milik orang kota. Kebanyakan warga hanya menggarap sawah itu dengan sistem bagi hasil. Hanya sebagian kecil warga yang masih memiliki lahan sendiri dan itupun hanya beberapa petak saja.

Tak mudah bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka banyak pria yang mencoba peruntungan dengan bekerja di kota, meskipun hanya mengandalkan tenaga. Mereka rela berjauhan dengan keluarga tercinta dan berkumpul hanya dua atau tiga hari dalam sebulan, tetapi itu tidak berlaku bagi Kaji. Pria tiha puluh tahun yang sudah memiliki dua anak itu tetap berpegang teguh dengan prinsipnya. Baginya berkumpul keluarga dengan segala kesederhanaan lebih membahagiakan daripada dia harus berjauhan dengan anak istrinya.

Segelas kopi dan sepiring singkong rebus menjadi sarapan pagi ini, sementara kedua anaknya makan  nasi goreng dengan lahap. Nasi kemarin yang hanya cukup untuk sarapan kedua anaknya itu oleh istrinya disulap menjadi menu istimewa buat anak mereka. Kaji memperhatikan kedua anaknya sambil mengunyah singkong, dalam hatinya timbul perasaan bersalah karena prinsip hidupnya telah menyeret keluarganya dalam hidup serba kekurangan. Beruntung ia memiliki istri yang sangat mengerti akan dirinya.

Biasanya setelah sarapan, ia akan ke sawah miliknya dan pulang sebelum zuhur. Namun, kali ini dia tidak ke sawah karena  sudah selesai menyiangi dan waktu gilir airpun masih tiga hari lagi, karena jika padi sudah mulai mengeluarkan bulir akan semakin lama jarak penyiramannya. Sambil terus memperhatikan anaknya Kaji menikmati singkong di depannya. Hingga ia tidak menyadari jika istrinya sudah ada didekatnya.

"Mas, ... itu, uang belanja kita sudah menipis," ucap Istri Kaji, sambil menggeser duduknya agar lebih dekat dengan suaminya.

Kaji menoleh mendengar penuturan istrinya, iapun menarik nafas panjang. Singkong yang dia kunyah kini terasa pahit dan sulit ditelan,ia tahu uang panen tiga bulan yang lalu tidak seperti biasanya karena panen kemarin bisa dibilang gagal. Sulitnya mencari pupuk menyebabkan padi tidak bisa tumbuh dengan baik. setelah menelan singkong dengan susah payah, 

"Aku, akan terima tawaran Pak Najib, untuk membetulkan genteng rumahnya, lumayan kan bisa untuk belanja seminggu?" ucap kaji, sambil menatap istrinya dengan lekat. Ia yakin istrinya mengijinkan ia bekerja di desa yang letaknya agak jauh dari rumahnya. Bahkan tanpa menunggu jawaban istrinya, Kaji berdiri dan masuk ke kamar.

Tak lama kemudian Kaji keluar kamar dan sudah mengganti sarungnya dengan celana kain warna biru, memakai kaos kuning, dan topi hitam. Ia berpamitan pada istri dan kedua anaknya, "Do'akan bapak, ya, Nak," ucapnya sambil mengelus rambut kedua anaknya secara bergantian. Hatinya terasa ngilu melihat kedua anaknya yang bermain boneka tanpa kaki yang ia belikan satu tahun yang lalu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya ingin bicara. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya makin lelah dengan keberadaan saya di penulisan. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Jika memang keberadaan saya di penulisan menjadi masalah untuk orang lain, saya akan mundur dengan segera. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Terkait siapa pun saya, mohon jangan mencari tahu terlalu banyak. Agama saya, masa lalu saya, status saya rasanya bukan hal penting untuk Teman-teman. Cukup kenali saya sebagai Raka Sena. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Jika selama mengenal saya pernah melukai ataupun merugikan Teman-teman, saya mohon maaf. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Fabula Publisher bermasalah di hari terakhir pendaftaran. Setelah posting PO kedua Kafaah banyak bermunculan orang-orang yang saya komunikasi pun tidak. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Saya merasa tidak merugikan mereka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Fabula Diskusi mengundang member secara terbuka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Saya tidak tahu s...

Panggil Aku Ramadan

Part 2 Seorang ibu duduk dengan terkantuk-kantuk sambil memegang keranjang kecil di pangkuannya. Keranjang berisi sayur-mayur, tahu, tempe, juga sebungkus ikan asin biji nangka. Ibu itu terbangun ketika tib-tiba sopir mengerem secara mendadak. Bahkan keranjang yang dia pegang hampir menindih si anak kecil yang duduk di sebelahnya. Ibu itu menoleh pada anak itu, "Kamu sendirian? Mau ke mana?" tanyanya. "Dari pasar, Cil. Ini mau ke sekolah," jawab anak tersebut.  Empat ibu-ibu naik ke taksi yang mereka tumpangi, salah satunya duduk di sebelah kiri anak tersebut. Sekarang anak itu terjepit diantara dia ibu yang sama-sama memangku bawaan banyak. Sopir taksi kembali melajukan kendaraan. Kali ini sang laju taksi lebih cepat dari sebelumnya.  Jumlah penumpang telah mencapai delapan orang. Bahkan, sekarang taksi telah dipenuhi dengan berbagai macam bawaan penumpang. Bahkan, ada  dua karung bertumpuk di dekat pintu taksi, entah apa isi karung itu. Taksi melaju dengan kencang...

Rahasia Gunung Semeru

Part VII Pria itu menerima gulungan kain dengan hormat, dia juga membungkukkan badannya saat menerima gulungan itu dan perlahan membukanya. Sesaat pria itu melihat Sans dan menarik nafas panjang sebelum mulai membaca dia berkata, "Ini peninggalan Empu Bameswara Tirtayasa  ditulis pada masa Khadiri. Tulisan ini memakai Bahasa Jawa Kuno dengan huruf Kuadrat." tentu saja Tuan sudah lupa. "Lupa?" tanya Sans tidak mengerti. "Kala itu, Tuan adalah panglima kami, junjungan kami, panutan kami, juga pengayom kami," jelas pria itu. "Thihita Ka Rana. Itu selalu Tuan ajarkan pada kami," lanjutnya. Dahi Sans mengernyit, dia sama sekali tidak mengerti. Namun, dia menunggu penjelasan pria itu. "Sikap hidup yang seimbang antara memuja Tuhan dengan mengapdi pada sesama manusia serta mengembangkan kasih sayang pada alam dan lingkungan. Jadi selain hidup rukun dengan sesama manusia, masyarakat juga diajarkan rukun dengan alam," itu yang selalu...