Langsung ke konten utama

Mencari Teman

Mencari Teman 7
Ada ular

Aku menertawakan tingkah konyol teman-teman yang menggoyang-goyangkan jala. Sulhan yang sedikit gendut terlihat paling semangat, lucu sekali. Meskipun gendut tapi Sulhan tetap pandai memanjat pohon. Beda dengan Ririn yang punya badan kecil, dia tidak terlalu pandai memanjat. Melihat tingkah teman-teman, aku jadi ingin ikut bermain jala juga.

Aku berdiri dan diam-diam mendekati mereka, aku akan mengagetkan mereka yang tengah asik bermain. Saat telah dekat, dengan nyaring aku berteriak, "Ular, ada Ular ....!"  sambil pura-pura panik , aku terus berteriak menyebut binatang yang menggelikan sekaligus berbahaya itu. 

Teman-teman yang mendengar teriakanku mulai ikut panik, mereka celingukan mencari keberadaan binatang yang kusebut. Ada yang mencari ranting, ada yang mundur dan mendekat ke pohon siap manjat kalau si Ular mendekatinya, ada juga yang mendekatiku dan memelukku.  Melihat hal itu, aku tidak bisa lagi menahan tawa dan secara spontan akupun tertawa terpingkal-pingkal. Senang rasanya berhasil menggoda mereka, walaupun begitu ada sedikit rasa kasihan pada mereka.

Melihat aku tertawa membuat mereka sadar bahwa aku sudah mengerjainya dan mereka mulai mendekatiku bersamaan. Waduh, aku takut mereka marah dan menghajarku. Bagaimana ini? maka untuk mengelabui mereka, aku pun berpura pura kelaparan. Aduh perutku sakit, keluhku pura-pura sambil memegangi perut dan sedikit membungkuk. 

Mendengar keluhanku mereka saling berpandangan lalu Irfan memberi usul, "Kita cari Mauli, yuk!" tadi aku sempat melihat ada Mauli di pinggir kali yang tadi kita lewati, tambahnya.

Mendengar usulan Irfan itu membuatku senang, senang tidak hanya karena teman-teman tidak jadi marah, tetapi juga karena bisa makan Mauli---kesukaanku.

"Hayo!" ajak teman lainnya dengan kompak. 

Kamipun meninggalkan tempat dimana jala kami terbentang untuk mengambil Mauli yang Irfan lihat. Dengan langkah pasti kami berharap mendapatkan Mauli yang sudah dipelupuk mata. Sambil bersenda gurau kami menyusuri jalan setapak yang sebelumnya telah kami lewati saat berangat. Ririn terlihat paling semangat, Ia bejalan paling depan karena memang Ia terkenal jago menghabiskan Mauli. Aku berharap nanti Ia tidak egois dengan mengghabiskan sendiri Mauli yang kami dapat.

Sambil terus berjalan, aku membayangkan rasa manis dari Mauli, buah yang juga bisa mengenyangkan perut.

bersambung ....




Komentar

Postingan populer dari blog ini

[6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya ingin bicara. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya makin lelah dengan keberadaan saya di penulisan. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Jika memang keberadaan saya di penulisan menjadi masalah untuk orang lain, saya akan mundur dengan segera. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Terkait siapa pun saya, mohon jangan mencari tahu terlalu banyak. Agama saya, masa lalu saya, status saya rasanya bukan hal penting untuk Teman-teman. Cukup kenali saya sebagai Raka Sena. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Jika selama mengenal saya pernah melukai ataupun merugikan Teman-teman, saya mohon maaf. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Fabula Publisher bermasalah di hari terakhir pendaftaran. Setelah posting PO kedua Kafaah banyak bermunculan orang-orang yang saya komunikasi pun tidak. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Saya merasa tidak merugikan mereka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Fabula Diskusi mengundang member secara terbuka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Saya tidak tahu s...

Panggil Aku Ramadan

Part 2 Seorang ibu duduk dengan terkantuk-kantuk sambil memegang keranjang kecil di pangkuannya. Keranjang berisi sayur-mayur, tahu, tempe, juga sebungkus ikan asin biji nangka. Ibu itu terbangun ketika tib-tiba sopir mengerem secara mendadak. Bahkan keranjang yang dia pegang hampir menindih si anak kecil yang duduk di sebelahnya. Ibu itu menoleh pada anak itu, "Kamu sendirian? Mau ke mana?" tanyanya. "Dari pasar, Cil. Ini mau ke sekolah," jawab anak tersebut.  Empat ibu-ibu naik ke taksi yang mereka tumpangi, salah satunya duduk di sebelah kiri anak tersebut. Sekarang anak itu terjepit diantara dia ibu yang sama-sama memangku bawaan banyak. Sopir taksi kembali melajukan kendaraan. Kali ini sang laju taksi lebih cepat dari sebelumnya.  Jumlah penumpang telah mencapai delapan orang. Bahkan, sekarang taksi telah dipenuhi dengan berbagai macam bawaan penumpang. Bahkan, ada  dua karung bertumpuk di dekat pintu taksi, entah apa isi karung itu. Taksi melaju dengan kencang...

Rahasia Gunung Semeru

Part VII Pria itu menerima gulungan kain dengan hormat, dia juga membungkukkan badannya saat menerima gulungan itu dan perlahan membukanya. Sesaat pria itu melihat Sans dan menarik nafas panjang sebelum mulai membaca dia berkata, "Ini peninggalan Empu Bameswara Tirtayasa  ditulis pada masa Khadiri. Tulisan ini memakai Bahasa Jawa Kuno dengan huruf Kuadrat." tentu saja Tuan sudah lupa. "Lupa?" tanya Sans tidak mengerti. "Kala itu, Tuan adalah panglima kami, junjungan kami, panutan kami, juga pengayom kami," jelas pria itu. "Thihita Ka Rana. Itu selalu Tuan ajarkan pada kami," lanjutnya. Dahi Sans mengernyit, dia sama sekali tidak mengerti. Namun, dia menunggu penjelasan pria itu. "Sikap hidup yang seimbang antara memuja Tuhan dengan mengapdi pada sesama manusia serta mengembangkan kasih sayang pada alam dan lingkungan. Jadi selain hidup rukun dengan sesama manusia, masyarakat juga diajarkan rukun dengan alam," itu yang selalu...