Mencari Teman 8
Mauli Manis
Membayangkan rasa manis membuat air liurku menetes, rasanya tidak sabar untuk menyicipi buah satu itu. Kami terus menyusuri jalan setapak sambil terus bergurau dan tanpa terasa kami sudah sampai di tempat yang Irfan maksud, kami berlima berhenti di pinggir sungai kecil. Sulhan yang sangat menyukai air langsung turun dan bermain air dengan menendang-nendangkan kakinya ke air. Puncratan air mengenai kami membuat baju kami sedikit basah, maka Irfan meneriaki Sulhan, " He ... berhenti! basah semua kita," ucapnya sambil mengibaskan tangan.
Setelah mengucapkan itu, Irfan menoleh ke kiri dan ke kanan, "Tadi seingatku ada Mauli di sana." katanya sambil menunjuk ke arah kanan kami.
Mendengar perkataan Irfan, akupun mengikuti arah yang ditunjuknya, juga diikuti teman lainnya. Kami tidak melihat Mauli yang Irfan maksud.
Aku jadi kecewa karena ternyata tidak mendapatkan Mauli, sepertinya teman-teman juga kecewa. Ririn dengan spontan menoyor kepala Irfan, "Kamu, Fan! bohong-bohong," ucapnya.
Mendapat perlakuan Ririn, Irfan tidak terima ia balik menoyor kepala Ririn. Akhirnya mereka saling bergantian menoyor kepala. Sementara aku masih mencari-cari Mauli, siapa tahu memang Irfan melihatnya di sekitar sini. Tanpa menghiraukan Irfan dan Ririn yang masih beradu mulut, aku mengajak Sulhan mencari di Mauli di seberang sungai.
Sungai yang kami seberangi tidak dalam. Airnya hanya setengah betis kami, jadi kami tidak kesulitan menyebrang. Sampai di seberang, aku langsung mencari Mauli di balik rerimbunan pohon Karang munting.
Pohon Karang Munting adalah pohon yang tumbuh liar, tingginya bisa mencapai tinggi orang dewasa, daun lonjong dan kasar, bunganya berwarna ungu dan indah . Kata orang-orang Karang Munting bisa dipakai obat orang yang sakit darah tinggi.
Kami terus mencari dan tidak lama kemudian Sulhan berteriak, "Dan, sini, disini banyak Maulinya!"
Mendengar teriakan Sulhan, akupun bergegas mendekat ke arah Sulhan dengan hati gembira. Setelah dekat, aku pun terlonjak melihat banyak Mauli yang sudah masak. Tidak hanya satu batang yang masak, akan tetapi beberapa batang pohon yang buahnya sudah masak dan siap untuk di makan.
Melihat hal itu, aku pun memanggil teman-teman yang masih di seberang sungai, "Oe, sini, kami sudah menemukan, Mauli," teriakku sambil melambaikan tangan memanggil yang masih di seberang.
bersambung ....
Komentar
Posting Komentar