Langsung ke konten utama

Mencari Teman

Mencari Teman 18
Suara Apa Itu?

Kami semua terdiam saat melihat  kawanan monyet bertengger di pohon lay dan mengeluarkan suara khasnya. Ririn sempat menowel-nowel lenganku tetapi aku tidak menghiraukannya, karena aku sendiri juga takut. Bagaimana kalau monyet-monyet itu menyerang? bagaimana kami melarikan diri kalau monyet-monyet itu mengejar? 

Bermacam pertanyaan terus bermunculan di pikiranku dan itu menambah rasa takut, aku melihat Sulhan dan kebetulan ia juga melihatku sambil menggelengkan kepala lalu arah matanya tertuju ke pohon. Aku mengerti dengan kode yang diberikan Sulhan, bahwa ia juga tidak tahu harus bagaimana.

Akhirnya kami berempat hanya duduk menunggu saling pandang dan sesekali memperhatikan tingkah monyet di atas dahan pohon lay. Agak lama kami terdiam, saat Irpan terdengar tertawa cekikikan. Kami bertiga menoleh ke Irpan, tetapi ia masih juga tertawa dan kini sambil menunjuk ke arah dahan pohon sebelah kanan kami.

Seperti terhipnotis oleh jari Irpan kami pun mengikuti arah jari Irpan yang menunjuk  dahan pohon lay, seketika kami pun ikut tertawa. Ternyata tingkah monyet begitu lucu, ada yang  bergelantungan dengan mulut nyengir, ada yang duduk menopang dagu kaya manusia, ada yang duduk dihahan saling membelakangi seperti orang yang sedang marahan, dan yang lucu ada sepasang monyet yang sedang mencari kutu di kepala temannya. Sungguh tingkah mereka aneh dan lucu. 

Tanpa kami sadari rasa takut kami perlahan berkurang dan sekarang kami justru seakan menikmati pertunjukan komedi. Tentu saja, kami menonton dengan diam tak banyak gerak, hanya sesekali kami tertawa. Kami masih takut kalau bergerak akan menganggu monyet-monyet itu. Saat kami masih menikmati tingkah monyet-monyet itu, tiba-tiba ada suara seperti orang teriak tapi tidak jelas.

Teriakan yang terdengar dari kejauhan memang mirip teriakan manusia, tetapi agak aneh dan tidak jelas. Mirip raungan tapi bukan raungan babi hutan, entahlah. Hanya saja kenapa monyet-monyet yang ada di pohon itu menjadi diam, seolah mereka tengah mendengarkan dan menunggu sesuatu. Tak lama raungan itu terdengar lagi ... nguk ... nguuukk.

Aku menoleh pada Irpan, "Suara apa itu, Pan?" tanyaku pada Irpan dan di jawab dengan gelengan kepala.

bersambung ....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya ingin bicara. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya makin lelah dengan keberadaan saya di penulisan. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Jika memang keberadaan saya di penulisan menjadi masalah untuk orang lain, saya akan mundur dengan segera. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Terkait siapa pun saya, mohon jangan mencari tahu terlalu banyak. Agama saya, masa lalu saya, status saya rasanya bukan hal penting untuk Teman-teman. Cukup kenali saya sebagai Raka Sena. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Jika selama mengenal saya pernah melukai ataupun merugikan Teman-teman, saya mohon maaf. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Fabula Publisher bermasalah di hari terakhir pendaftaran. Setelah posting PO kedua Kafaah banyak bermunculan orang-orang yang saya komunikasi pun tidak. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Saya merasa tidak merugikan mereka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Fabula Diskusi mengundang member secara terbuka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Saya tidak tahu s...

Panggil Aku Ramadan

Part 2 Seorang ibu duduk dengan terkantuk-kantuk sambil memegang keranjang kecil di pangkuannya. Keranjang berisi sayur-mayur, tahu, tempe, juga sebungkus ikan asin biji nangka. Ibu itu terbangun ketika tib-tiba sopir mengerem secara mendadak. Bahkan keranjang yang dia pegang hampir menindih si anak kecil yang duduk di sebelahnya. Ibu itu menoleh pada anak itu, "Kamu sendirian? Mau ke mana?" tanyanya. "Dari pasar, Cil. Ini mau ke sekolah," jawab anak tersebut.  Empat ibu-ibu naik ke taksi yang mereka tumpangi, salah satunya duduk di sebelah kiri anak tersebut. Sekarang anak itu terjepit diantara dia ibu yang sama-sama memangku bawaan banyak. Sopir taksi kembali melajukan kendaraan. Kali ini sang laju taksi lebih cepat dari sebelumnya.  Jumlah penumpang telah mencapai delapan orang. Bahkan, sekarang taksi telah dipenuhi dengan berbagai macam bawaan penumpang. Bahkan, ada  dua karung bertumpuk di dekat pintu taksi, entah apa isi karung itu. Taksi melaju dengan kencang...

Rahasia Gunung Semeru

Part VII Pria itu menerima gulungan kain dengan hormat, dia juga membungkukkan badannya saat menerima gulungan itu dan perlahan membukanya. Sesaat pria itu melihat Sans dan menarik nafas panjang sebelum mulai membaca dia berkata, "Ini peninggalan Empu Bameswara Tirtayasa  ditulis pada masa Khadiri. Tulisan ini memakai Bahasa Jawa Kuno dengan huruf Kuadrat." tentu saja Tuan sudah lupa. "Lupa?" tanya Sans tidak mengerti. "Kala itu, Tuan adalah panglima kami, junjungan kami, panutan kami, juga pengayom kami," jelas pria itu. "Thihita Ka Rana. Itu selalu Tuan ajarkan pada kami," lanjutnya. Dahi Sans mengernyit, dia sama sekali tidak mengerti. Namun, dia menunggu penjelasan pria itu. "Sikap hidup yang seimbang antara memuja Tuhan dengan mengapdi pada sesama manusia serta mengembangkan kasih sayang pada alam dan lingkungan. Jadi selain hidup rukun dengan sesama manusia, masyarakat juga diajarkan rukun dengan alam," itu yang selalu...