Part VI
Sans berjongkok kemudian mengusap kepala salah satu Arca itu lalu berkata lirih, "Arca Arcopodo."
Lama terdiam Sans berfikir di mana dia pernah melihat wajah arca itu karena dia merasa amat kenal dengan wajah arca itu. Lamunan Sans terhenti saat ada sesuatu bergerak cepat dan melewati. Seperti kayu tapi berkilau dan runcing. Sans terduduk saat terasa ada dorongan keras dari samping kirinya, ketika dia menoleh seorang pria memakai baju tradisional layaknya baju-baju zaman kerajaan. Dengan memakai Baju Zirah berwarna perak, kain sutra motif kawung melilit di pinggang, sementara ikat kepala warna keemasaan tampak terpecik warna merah darah. Sans sempat kagum melihat pria gagah di depannya sebelum akhirnya tersadar ada pedang di tangan pria itu.
Pedang itu berlumuran darah, bahkan jemari yang menggenggam pedang itu juga berlumuran darah. Bau anyir menusuk hidung darah segar itu bahkan masih menetes dari ujung pedang.
Seketika Sans berdiri dan melangkah mundur dan dengan bersamaan dengan itu terdengar teriakan-teriakan dari kejauhan. Teriakan itu sepertinya berasal dari beberapa pria atau juga lebih.
Sans mencari asal suara itu dengan mengedarkan pandangannya, tapi dia tidak melihat siapa pun. Yang ada hanya suara desau angin yang agak kencang. Dia juga tidak melihat keberadaan Mbah Dipo, lalu dia kembali memperhatikan pria di depannya. Tanpa bicara hanya saling pandang, Sans seperti terhipnotis saat pandangan mereka bertemu.
"Tuan, kembali? Ini berbahaya,Tuan," kata pria itu.
Sans tidak mengerti apa yang dibicarakan pria ini, "Kau, kenal, aku?" jawab Sans sambil menunjuk diri sendiri.
"Tentu saja. Berkali-kali Tuan berganti raga, saya tetap mengenali Anda, Tuan," jelasnya.
Sans mendesah sesaaat kemudian menarik nafas panjang. Dia semakin bingung dengan apa yang terjadi. Maka dia melangkahkan kaki bermaksud mencari jalan yang tadi dia lewati saat berangkat.
"Tuan mau ke mana? Di luar sangat berbahaya," katanya sambil menghadang jalan Sans.
"Di luar mana? Bukankah ini juga di luar?" kata Sans dengan sengit dan balik bertanya. Dia juga tidak menghentikan langkahnya dan yerus saja berputar-putar mencari jalan. Dia juga mulai kesal karena tidak menemukan jalan tadi. Sans berteriak memanggil Mbah Dipo, "Mbah, Mbah Dipo," panggilnya dengan suara lantang.
"Tuan, berhenti. Sebaiknya Tuan duduk!" perintah pria itu. Sambil berusaha menghadang langkah Sans.
"Tidak! Aku harus kembali ke Desa Sumbermujur. Teman-temanku pasti mencariku," ujar Sans sambil berusaha mendorong pria itu.
Dorong-dorongan antara Sans dan pria itu tidak bisa di elakkan dan lama kelamaan semakin kuat. Mereka layaknya orang yang akan bergulat saat keduanya jatuh terpeleset. Sans menduduki tubuh pria itu dan berusaha menahannya agar tetap tengkurap.
Sans tahu pria itu tidak melawannya melainkan membiarkan Sans menyerangnya jika dia mau pasti sekali pithing Sans tak bisa berbuat apa-apa. Saat Sans duduk di punggung pria itu, tanpa sengaja Sans melihat ada gulungan kain di balik Baju Zirah pria itu.
Spontan Sans menarik gulungan kain dan turun dari punggung pria itu dan duduk di sebelahnya. Dibukanya gulungan kain itu, tapi dia tidak bisa membaca, entah huruf apa itu.
Pria itu pun bangun dan kemudian duduk di depan Sans sambil melihat Sans dengan lekat, lalu berkata, "Boleh saya bacakan, Tuan?" tanyanya pada Sans.
Sans memandang pria sesaat kemudian kembali memperhatikan huruf per huruf tulisan yang ada di kain itu, tapi tetap Sans tidak mengerti. Maka dia gulung kembali kain itu lalau menyerahkan gulungan kain pada pria itu sambil berkata, "Bacakan!"
Pria itu menerima gulungan kain dengan hormat, dia juga membungkukkan badannya saat menerima gulungan itu dan perlahan membuka. Sesaat pria itu melihat Sans dan menarik nafas panjang sebelum memulai membaca.
bersambung ....
#oprec
#tugaspekan6
#cerbungmisteri
#rahasiagunungsemeru
Komentar
Posting Komentar