Mencari Teman 3
Petualangan Di Mulai
Akhirnya Aku, Sulhan, Ririn, Irfan, dan Rehan berangkat ke kilo sepuluh melewati jalan setapak di kebun. Aku yakin kami berlima bisa sampai di sana secepatnya, agar kami tidak kemalam pulangnya. Kadang merenggek memerlukan waktu yang lama dan berpindah-pindah, jika tidak ada burung terbang di sekitar jala kami.
Sambil bercanda dan saling meledek, kami menyusuri jalan setapak. Kadang naik, kadang turun, berbelok-belok, dan juga melewati sungai-sungai kecil. Ririn tergoda untuk bermain air saat melewati sungai, tetapi kami tidak setuju. Bermain air bisa lain hari, sekarang waktunya merenggek dan berharap mendapat burung yang bisa kami jual.
Di jalan kami juga menjumpai beberapa pohon yang sudah berbuah, ada Lay, Cempedak, Jambu , Salak, Pisang, dan Kesemek, hanya saja diantara buah itu belum ada yang masak. Aku berkhayal nanti kalau waktunya buah-buah itu masak, maka aku akan kesini untuk memetik.
"Teman, Aku haus! kalian haus endak?" tanya Sulhan pada kami. Dia berhenti dan memutar pandangan, entah apa yang Dia cari.
"Iya, nih .... aku juga haus," jawab irfan. Kita cari sumber yuk, biasanya di bawah pohon besar ada.
"Iya ... ayuk!" ajakku "Itu ada pohon Bangkirai." lanjutku sambil menunjuk pohon yang sangat tinggi di kanan kami sambil melangkah ke arah pohon itu, meskipun harus menerobos semak-semak. Kebetulan di sini tidak ada yang menanami singkong ataupun serai. Mungkin karena di sini masih banyak pohon-pohon tinggi jadi tidak bisa ditanami.
Pohon Bangkirai yang semula terlihat dekat ternyata cukup jauh dan berada dibalik bukit tempat kami pertama melihat. Mungkin karena pohonnya yang tinggi sekali hingga bisa kami lihat dari balik bukit, tetapi kami tetap bersemangat untuk mendekat ke pohon itu. Mungkin karena kami kehausan ya? kami juga sedikit kecewa saat tahu ternyata letak pohon yang kami tuju agak jauh. Namun, langkah kami kembali bersemangat saat kami sudah sangat dekat. Sulhan bahkan berlari menuruni lereng bukit mendekati Pohon Bangkirai yang terlihat gagah.
Setelah kami berada di bawah pohon, seketika kami dibuat takjub tinggi pohon itu seolah menyentuh langit, lingkar pohonnya mungkin pelukan kami berlima baru menyambung, sangat besar. Di atas pohon terdengar cuitan Burung Elang, dan yang lebih menggembirakan dibelakang pohon tinggi itu terdapat lubang sebesar ember---punya Emak---yang didalamnya ada air yang sangat jernih.
Kamipun berlari mendekat dan tidak sabar untuk minum air segar itu. Kami seolah berlomba dan saling mendahului siapa yang akan meminum air itu terlebih dahulu, meskipun kami tahu tidak akan kehabisan. Menangkupkan tangan dan mencelupkan di genangan air cara kami menggambil air, kemudian lami hisap. Setangkup demi setangkup air telah kami minum, rasa haus pun telah hilang, maka petualangan akan kami lanjutkan.
Balikpapan, 7 September 2021
Komentar
Posting Komentar