PUNGGUNG ITU
Di warung sederhana dengan meja dan kursi panjang yang di atur saling berhadapan, di iringi musik pop yang tidak asing lagi di telinga. Aku dan kamu duduk berhadapan, di meja telah tersaji nasi rames ciri khas kota tempat tinggalku.
"Maukah, kau menikah denganku?" tanyamu tiba-tiba. Aku terkejut, senang, juga bingung. Bagaimana bisa secepat ini kamu mengatakan hal itu, menikah tidaklah mudah dan banyak yang harus di pertimbangkan.
Untuk menutupi kegugupan, aku segera menyendok nasi di piring yang sudah terhidang di depanku. Pelan aku mengunyah dan tentu sambil menikmati kegalauan. Tatapanmu yang lekat menyiratkan bahwa kamu menunggu jawaban dariku, tetapi mana bisa aku memutuskan dalam waktu singkat. Akhirnya kami makan dalam diam dan kamu hanya sesekali menatapku. Sampai akhirnya kamu berpamitan padaku untuk meneruskan perjalanan ke kampung halaman.
Aku hanya bisa mengantarmu dari sini dengan tatapan mata yang berembun, tidak tahu apa yang harus kulakukan, aku bahkan tidak tahu dengan perasaanku saat ini. Saat ini, aku hanya bisa mengingat tentangmu dahulu saat menjadi kakak kelas yang sangat terkenal dan di idolakan semua murid perempuan di sekolah kita. tetapi apakah kamu juga tahu dan mencari tahu tentangku? mengingat hal itu, aku jadi ingin tahu.
Tujuh tahun terpisah tanpa tukar kabar, bahkan saat kelulusan angatanmu, aku tidak melihatmu hadir. Selama ini aku juga tidak tahu keberadaanmu, jadi sangat mengherankan kalau saat ini tiba-tiba kamu mencariku dan mengajakku menikah. Melihat punggungmu dari kejauhan, mengingatkanku akan masa SMA, dimana aku selalu berusaha jalan di belakangmu, saat akan beli makan ke kantin sekolah. Kelas kita yang berdekatan sangat menguntungkan kala itu.
Punggung itu, yang selama tujuh tahun membuatku gelisah dan ingin kulihat lagi. Mengapa saat pemilik punggung itu ada di depan mata justru aku mendorongnya menjauh,mengapa pula hati yang becokol didada menjadi hampa. Sungguh ternyata hatiku menjadi plin-plan tidak bisa diarahkan apa lagi dipinta.
Kamu, tahukah kamu? bertahun-tahun namamu memenuhi rongga dadaku, tahu kah kamu? wajahmu sering menari di pelupuk mataku, tahu kah kamu? aku mengingat detail akan punggung milikmu?
Tanpa di sadari waktu telah mengubah segalanya, aku tidak tahu mengapa. Melihatmu kembali hati tidak bergetar, jantung puntidak berdetak dengan kencang membuatku kecewa. Ah, ingin rasanya berteriak menanyakan kepada siapapun yang ada di sekitarku. Tetapi lidahku terasa kelu dan tak mampu berkata apapun.
Komentar
Posting Komentar