Langsung ke konten utama

Tetangga Baruku Berduka

Tetangga Baruku Berduka

Disebuah kamar berukuran 3×4 meter dengan bau cat yang masih menyengat, aku peluk seseorang yang sedang meratap. Aku berharap tindakanku bisa menyalurkan energi positif, aku juga ingin ia tahu kalau masih ada orang disisinya siap untuk membantu. Sesaat ratapannya mereda saat aku bimbing membaca "Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah," tetapi hanya sebentar. Tidak lama kemudian, Ia  meratap lagi dan terdengar menyayat hati.

"Suamiku, bersalah pada seseorang, Bu, tapi orangnya tidak mau memaafkan," sambil sesenggukan Dia mengeluarkan isi hatinya. Sungguh memilukan, ditambah ratapan si sulung yang tidak juga berhenti. 

Melihat itu, akupun tidak bisa berbuat apa-apa selain terus memeluknya. Saat pandanganku jatuh diatas kasur tipis, hatiku seperti tersayat, di sana terbaring seseorang yang sesaat sebelumnya menghembuskan nafas terakhirnya. Timpang sekali keadaannya lima bulan yang lalu, seorang yang berbadan gemuk dan terlihat bugar. Namun, yang terlihat sekarang adalah tulang terbungkus kulit, sungguh menyedihkan. Tetanggaku ini memang baru beberapa bulan pindah menempati rumah yang dibangun sejak satu tahun yang lalu.
Makanya aku tidak tahu apa yang terjadi sebelum pindah ke sini. Akupun jadi bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi?, benarkah hanya sakit bisul? separah apakah sakitnya hingga keadaanya seperti itu? jika dokterpun bilang tidak ada penyakit kecuali bisul. Memang agak aneh dan mengherankan.

Jeritan terdengar di luar kamar, sesaat seorang wanita merangsek masuk kamar dan langsung memeluk tubuh yang terbaring diatas kasur tipis itu. Melihat hal itu hatiku ikut tersayat dan karena tidak ingin larut dalam  kesedihan akupun beranjak keluar kamar.

Di ruang tamu aku edarkan pandangan, mencari keperalatan dan barang yang diperlukan untuk menyemayamkan jenazah. pertama yang aku lakukan adalah mengeluarkan meja kursi yang ada, beruntung meja dan kursinya tidak terlalu berat jadi aku bisa memindahkan dengan mudah. Setelah itu aku menyapu lantai bekas kursi sudut yang berdebu. Saat aku akan mencari tikar, tetapi aku tidak menemukan di kamar belakang.

Beberapa tetangga datang dan dari baju yang mereka pakai aku yakin mereka baru pulang dari kebun. Mungkin mereka baru mendengar berita duka dari anak mereka di rumah,  Letak rumah yang berjauhan membuat kami sering kesulitan meminta pertolongan disaat darurat seperti saat ini.

Karena aku tidak menemukan tikar di rumah duka, maka aku meminta tetangga yang mempunyai tikar untuk mengambilnya. Butuh Tiga puluh menit mempersiapankan tempat dan sekarang sudah lebih banyak tetangga juga saudara dari yang tengah berduka. Saatnya Jenazah dibawa keruang tamu, jadi aku meminta tolong bapak-bapak untuk mengangkatnya lalu membawa ke ruang tamu.

Sebentar lagi waktunya Magrib, matahari sudah beranjak ke peraduan. Karena ini pandemi dan sudah ada pengurus kematian datang, maka akupun pamit. Biarlah malam ini aku tidak membantu, disamping itu pengurusan pemakaman jenazah harus dilakukan oleh orang yang mempunyai pengetahuan tentang itu. 

Saat berjalan pulang aku mendengar  perbincangan beberapa pelayat, mereka beranggapan kematian tetanggaku dikarenakan ada yang mengirimi ilmu hitam atau santet karena sakit hati. Aku pura-pura tidak mendengar dan berfikir masihkah hal itu ada dikehidupan masayarakat?

Balikpapan, 1 september 2021
😥


Komentar

  1. Turut berduka cita,semoga amal ibadah beliau diterima dan ditempatkan di tempat yang terbaik di sisinya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

[6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya ingin bicara. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya makin lelah dengan keberadaan saya di penulisan. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Jika memang keberadaan saya di penulisan menjadi masalah untuk orang lain, saya akan mundur dengan segera. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Terkait siapa pun saya, mohon jangan mencari tahu terlalu banyak. Agama saya, masa lalu saya, status saya rasanya bukan hal penting untuk Teman-teman. Cukup kenali saya sebagai Raka Sena. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Jika selama mengenal saya pernah melukai ataupun merugikan Teman-teman, saya mohon maaf. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Fabula Publisher bermasalah di hari terakhir pendaftaran. Setelah posting PO kedua Kafaah banyak bermunculan orang-orang yang saya komunikasi pun tidak. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Saya merasa tidak merugikan mereka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Fabula Diskusi mengundang member secara terbuka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Saya tidak tahu s...

Panggil Aku Ramadan

Part 2 Seorang ibu duduk dengan terkantuk-kantuk sambil memegang keranjang kecil di pangkuannya. Keranjang berisi sayur-mayur, tahu, tempe, juga sebungkus ikan asin biji nangka. Ibu itu terbangun ketika tib-tiba sopir mengerem secara mendadak. Bahkan keranjang yang dia pegang hampir menindih si anak kecil yang duduk di sebelahnya. Ibu itu menoleh pada anak itu, "Kamu sendirian? Mau ke mana?" tanyanya. "Dari pasar, Cil. Ini mau ke sekolah," jawab anak tersebut.  Empat ibu-ibu naik ke taksi yang mereka tumpangi, salah satunya duduk di sebelah kiri anak tersebut. Sekarang anak itu terjepit diantara dia ibu yang sama-sama memangku bawaan banyak. Sopir taksi kembali melajukan kendaraan. Kali ini sang laju taksi lebih cepat dari sebelumnya.  Jumlah penumpang telah mencapai delapan orang. Bahkan, sekarang taksi telah dipenuhi dengan berbagai macam bawaan penumpang. Bahkan, ada  dua karung bertumpuk di dekat pintu taksi, entah apa isi karung itu. Taksi melaju dengan kencang...

Rahasia Gunung Semeru

Part VII Pria itu menerima gulungan kain dengan hormat, dia juga membungkukkan badannya saat menerima gulungan itu dan perlahan membukanya. Sesaat pria itu melihat Sans dan menarik nafas panjang sebelum mulai membaca dia berkata, "Ini peninggalan Empu Bameswara Tirtayasa  ditulis pada masa Khadiri. Tulisan ini memakai Bahasa Jawa Kuno dengan huruf Kuadrat." tentu saja Tuan sudah lupa. "Lupa?" tanya Sans tidak mengerti. "Kala itu, Tuan adalah panglima kami, junjungan kami, panutan kami, juga pengayom kami," jelas pria itu. "Thihita Ka Rana. Itu selalu Tuan ajarkan pada kami," lanjutnya. Dahi Sans mengernyit, dia sama sekali tidak mengerti. Namun, dia menunggu penjelasan pria itu. "Sikap hidup yang seimbang antara memuja Tuhan dengan mengapdi pada sesama manusia serta mengembangkan kasih sayang pada alam dan lingkungan. Jadi selain hidup rukun dengan sesama manusia, masyarakat juga diajarkan rukun dengan alam," itu yang selalu...