Langsung ke konten utama

Rahasia Gunung semeru

Rahasia Gunung Semeru


Saat sampai di hadapan tiga pemuda kota itu, pria tadi berjongkok menatap pemuda yang memakai kaos putih dengan wajah merah padam seperti menahan marah. Lalu pria itu bertanya, "Apa tujuanmu kemari?"

Mendengar pertanyaan pria setengah tua yang ada di hadapannya, pemuda kota itu tergagap dan dengan wajah bingung menoleh ke kedua temannya yang berada di sebelah kanannya. Ternyata temannya juga terlihat kebingungan, bahkan salah satu pemuda itu terlihat pucat demi melihat wajah pria yang begitu meng intimidasi. Bahkan saat pemuda itu melihat sekeliling, semua warga juga tampak ikut memperhatiannya.

Melihat ketiga pemuda itu bingung, seketika pria setengah tua itu tertawa dengan keras, bahkan suaranya terdengar menggema. Kemuadian pria itu berkata, "Purak ...!"

Mendengar perkataan pria tadi, maka semua orang yanng ada di situ berdiri dan berlari saling mendahului untuk mendekati panggung dan mengambil hasil panen berupa buah-buahan, sayuran, umbi-umbian juga hasil ternak ayam. Karena saling berebut, maka ada beberapa buah dan sayur yang jatuh terinjak-injak. 

Malihat hal itu, tiga pemuda tadi hanya bengong, bahkan mereka tidak bergeser dari tempat duduknya barang seincipun. Saat masih asik memperhatikan tingkah warga yang menurut mereka aneh, pemuda yang berbaju putih itu dikejutkan oleh tepukan dipundaknya dan sebuah suara terdengar, "Jangan melamun!"

Pemuda itu terhenyak dan spontan menjawab, "Ti-tidak, Pak. Saya tidak melamun," bantahnya.

"Ealah ... sudah ketahuan dari tadi melamun, kok, ya mbantah!" sahut pria itu, "Siapa namamu, Le?" lanjut pria itu.

"Saya, Sans, Pak. dan ini Faruk, sebelahnya Puguh," jawab pemuda yang ternyata bernama Sans itu, "Maaf, nama Bapak, siapa?" tanya Sans balik.

"Dipo ... namaku Dipo." jawab pria yang ternyata bernama Dipo itu, "Panggil saja, Mbah Dipo!" lanjutnya.

"Baik, Pak, eh ... Mbah," jawab Sans sambil tersenyum. Tampak dia sudah tidak tegang dari sebelumnya dan  Faruk serta Puguh ikut pula tersenyum.

Mbah Dipo lantas ikut duduk di tikar saat seorang wanita paruh baya mendekat dan menaruh encek di antara tiga pemuda itu dan Mbah Dipo dan wanita itu mempersilahkan, "Monggo, didahar, Mbah, Mas," 

"Yo, Yu, suwun," jawab Mbah Dipo sambil membuka daun pisang penutup encek, lantas dia robek menjadi empat dan di hampar di depannya dan ketiga pemuda itu, lantas dia berkata, "Ayo, sarapan berkat, ambil dewe-dewe!" katanya.

Mendengar perintah dari Mbah Dipo, ketiga pemuda itu lantas mengambil nasi dan lauk-pauk dari dalam encek dan ditaruh di atas daun pisang.

Demikian juga Mbah Dipo, dia mengambil nasi serta lauknya dan langsung menyantapnya.  

Mereka berempat makan dengan lahap bahkan semua mengambil berulang-ulang hingga nasi dan lauk-pauk di encek habis.

Suasana hening tidak seriuh sebelumnya dan ternyata semua warga dan anak-anak melakukan hal yang sama. Mereka makan nasi dari encek-encek yang sebelumnya tersusun dipanggung.

Semua telah selesai makan dan tampak warga bersiap membersihkan tempat acara. Ketiga pemuda itu tak ketinggalan ikut mengumpulkan encek dan membersihkan serta melipat tikar bekas tempat duduknya. 

Sementara Mbah Dipo berdiri dan berjalan ke arah selatan. Sans menoleh, dia lihat Mbah Dipo berjalan sambil sesekali menoleh ke kiri sepertinya sedang berbicara dengan  seseorang di sebelahnya, tetapi Sans tidak melihat siapapun ada di sebalah kiri Mbah Dipo. 

Melihat kejanggalan itu, tanpa pikir panjang Sans mengikuti Mbah Dipo. Dia juga tidak menghiraukan panggilan Puguh. Sans merasa ada kejanggalan pada diribah Dipo dan dia ingin tahu apa yang sebenarnya Mbah Dipo sembunyikan.

bersambung ....

#oprec9
#tugaspekan6
#cerbungmisteri
#rahasiagunungsemeru

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya ingin bicara. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya makin lelah dengan keberadaan saya di penulisan. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Jika memang keberadaan saya di penulisan menjadi masalah untuk orang lain, saya akan mundur dengan segera. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Terkait siapa pun saya, mohon jangan mencari tahu terlalu banyak. Agama saya, masa lalu saya, status saya rasanya bukan hal penting untuk Teman-teman. Cukup kenali saya sebagai Raka Sena. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Jika selama mengenal saya pernah melukai ataupun merugikan Teman-teman, saya mohon maaf. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Fabula Publisher bermasalah di hari terakhir pendaftaran. Setelah posting PO kedua Kafaah banyak bermunculan orang-orang yang saya komunikasi pun tidak. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Saya merasa tidak merugikan mereka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Fabula Diskusi mengundang member secara terbuka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Saya tidak tahu s...

Panggil Aku Ramadan

Part 2 Seorang ibu duduk dengan terkantuk-kantuk sambil memegang keranjang kecil di pangkuannya. Keranjang berisi sayur-mayur, tahu, tempe, juga sebungkus ikan asin biji nangka. Ibu itu terbangun ketika tib-tiba sopir mengerem secara mendadak. Bahkan keranjang yang dia pegang hampir menindih si anak kecil yang duduk di sebelahnya. Ibu itu menoleh pada anak itu, "Kamu sendirian? Mau ke mana?" tanyanya. "Dari pasar, Cil. Ini mau ke sekolah," jawab anak tersebut.  Empat ibu-ibu naik ke taksi yang mereka tumpangi, salah satunya duduk di sebelah kiri anak tersebut. Sekarang anak itu terjepit diantara dia ibu yang sama-sama memangku bawaan banyak. Sopir taksi kembali melajukan kendaraan. Kali ini sang laju taksi lebih cepat dari sebelumnya.  Jumlah penumpang telah mencapai delapan orang. Bahkan, sekarang taksi telah dipenuhi dengan berbagai macam bawaan penumpang. Bahkan, ada  dua karung bertumpuk di dekat pintu taksi, entah apa isi karung itu. Taksi melaju dengan kencang...

Rahasia Gunung Semeru

Part VII Pria itu menerima gulungan kain dengan hormat, dia juga membungkukkan badannya saat menerima gulungan itu dan perlahan membukanya. Sesaat pria itu melihat Sans dan menarik nafas panjang sebelum mulai membaca dia berkata, "Ini peninggalan Empu Bameswara Tirtayasa  ditulis pada masa Khadiri. Tulisan ini memakai Bahasa Jawa Kuno dengan huruf Kuadrat." tentu saja Tuan sudah lupa. "Lupa?" tanya Sans tidak mengerti. "Kala itu, Tuan adalah panglima kami, junjungan kami, panutan kami, juga pengayom kami," jelas pria itu. "Thihita Ka Rana. Itu selalu Tuan ajarkan pada kami," lanjutnya. Dahi Sans mengernyit, dia sama sekali tidak mengerti. Namun, dia menunggu penjelasan pria itu. "Sikap hidup yang seimbang antara memuja Tuhan dengan mengapdi pada sesama manusia serta mengembangkan kasih sayang pada alam dan lingkungan. Jadi selain hidup rukun dengan sesama manusia, masyarakat juga diajarkan rukun dengan alam," itu yang selalu...