Langsung ke konten utama

Rahsia Gunung Semeru

Melihat kejanggalan itu, tanpa pikir panjang Sans mengikuti Mbah Dipo. Dia juga tidak menghiraukan panggilan Puguh. Sans merasa ada kejanggalan pada diribah Dipo dan dia ingin tahu apa yang sebenarnya Mbah Dipo sembunyikan.

Sans mengikuti Mbah Dipo dari jarah agak jauh, dia tidak ingin Mbah Dipo mengetahui keberadaannya. Mbah Dipo terus saja berjalan di jalan setapak menanjak keluar dari hutan bambau menuju semak belukar. Sans terus mengikuti dan tanpa dia sadari dia mengikuti Mbah Dipo yang berjalan menembus semak belukar yang dia lihat sebelumnya.

Jalanan yang terus menanjak tidak  terasa sulit bagi Mbah Dipo dan tapi tidak bagi sans, dia kelelahan dan bermaksud kembali ke hutan bambu tempat temannya menunggu. Akan tetapi saat Sans membalikkan badan bermaksud kembali, dia sangat terkejut karena tidak ada jalan yang baru saja dia dan Mbah Dipo lewati. Semua tertutup semak belukar dan rumput menjalar, sedangkan arah Mbah Dipo berjalan tetap terlihat jalan serapak yang terlihat halus pertanda sering dilewati.

Karena di belakang jalannya tertutup, mau tidak mau Sans kembali mengikuti kemana arah Mbah Dipo berjalan sambil sesekali dia menoleh ke kiri dan ke kanan.

Perjalanan serasa sudah lama dan jauh, akan tetapi Mbah Dipo tidak juga berhenti, sementara jalanan semakin menanjak dan sulit. Bahkan Sans sering berpegangan akar pohon untuk menaiki jalanan terjal. 
Sans mulai berfikir sebenarnya akan ke mana Mbah Dipo itu.

Semakin memikirkan hal itu Sans pun sedikit khawatir juga takut. Meskipun dia sering mendaki gunung dan camping di hutan-hutan lebat, tetapi dia selalu melakukannya bersama banyak orang dan tidak seperti saat ini yang memasuki hutan dan mendaki seorang diri tanpa peralatan hanya berbekal penasaran pada seseorang.

Sans terus mengikuti Mbah Dipo dengan perasaan campur aduk. Sepanjang jalan dia juga beberapa kali melihat batu besar yang di atasnya tumbuh pohon kecil menyerupai pohon beringin, hal itu membuat Sans semakin heran. Bagaimana bisa pohon tumbuh subur di atas batu, meskipun berukuran kecil.

Sans berjalan. Otak, hati dan kakinya seolah berkerja masing-masing. Saat melihat ke depan Matanya kembali menangkap momen saat Mbah Dipo berpaling ke kiri sambil tersenyum dan tangannya kirinya menggapai-gapai mirip gerakan mengelus pundak seseorang.

Perjalanan semakin menanjak dan terlihat sulit, tetapi kenapa dia sangat mudah mendaki, bahkan tidak ada rasa lelah yang dia rasakan. Berbeda jika dia mendaki bersama teman pendaki lainnya dan ini sangat mengherankan bagi Sans. Sejauh ini Sans juga tidak merasa haus.

Sans menoleh ke belakang, rasa penasaran mendorongnya melakukan itu dan lagi-lagi dia tidak melihat jalan yang baru saja dia lewati melainkan semak belukar.

Kembali Sans melihat arah depan, tetapi dia tidak melihat lagi Mbah Dipo di sana, tetapi matanya menangkap cahaya yang sangat menyilaukan. Cahaya itu bahkan memaksa Sans untuk memejamkan mata dan dia membuka matanya saat dia rasakan tiupan angin yang kencang. Saat membuka matanya pertama yang Sans lihat adalah sebuah danau yang airnya berkilau terpancar sinar matahari.

"Danau ...?" gumamnya, "Kemana, Mbah Dipo, ya?" tanya Sans pada diri sendiri.

Sans mendekati danau seperti terbius oleh indahnya kilau air, sampai di tepi danau, dia berjongkok. Dia menjulurkan kedua tangannya untuk bisa menyentuh air yang terasa dingin dan mendamaikan.

Sans memandang sekeliling, sepi, hanya suara kemerisik daun yang bergoyang diterpa angin. Sans kembali bergumam, "Tempat apa, ini?"

Sans berdiri lalh berkata, "Jalan yang tadi mana, ya? kok hilang?" sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

bersambung ....

#oprec9
#tugaspekan6
#cerbungmisteri
#rahasiagunungsemeru

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya ingin bicara. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Saya makin lelah dengan keberadaan saya di penulisan. [6/11/2021 20:45] PB Raka Sena: Jika memang keberadaan saya di penulisan menjadi masalah untuk orang lain, saya akan mundur dengan segera. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Terkait siapa pun saya, mohon jangan mencari tahu terlalu banyak. Agama saya, masa lalu saya, status saya rasanya bukan hal penting untuk Teman-teman. Cukup kenali saya sebagai Raka Sena. [6/11/2021 20:47] PB Raka Sena: Jika selama mengenal saya pernah melukai ataupun merugikan Teman-teman, saya mohon maaf. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Fabula Publisher bermasalah di hari terakhir pendaftaran. Setelah posting PO kedua Kafaah banyak bermunculan orang-orang yang saya komunikasi pun tidak. [6/11/2021 20:49] PB Raka Sena: Saya merasa tidak merugikan mereka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Fabula Diskusi mengundang member secara terbuka. [6/11/2021 20:50] PB Raka Sena: Saya tidak tahu s...

Panggil Aku Ramadan

Part 2 Seorang ibu duduk dengan terkantuk-kantuk sambil memegang keranjang kecil di pangkuannya. Keranjang berisi sayur-mayur, tahu, tempe, juga sebungkus ikan asin biji nangka. Ibu itu terbangun ketika tib-tiba sopir mengerem secara mendadak. Bahkan keranjang yang dia pegang hampir menindih si anak kecil yang duduk di sebelahnya. Ibu itu menoleh pada anak itu, "Kamu sendirian? Mau ke mana?" tanyanya. "Dari pasar, Cil. Ini mau ke sekolah," jawab anak tersebut.  Empat ibu-ibu naik ke taksi yang mereka tumpangi, salah satunya duduk di sebelah kiri anak tersebut. Sekarang anak itu terjepit diantara dia ibu yang sama-sama memangku bawaan banyak. Sopir taksi kembali melajukan kendaraan. Kali ini sang laju taksi lebih cepat dari sebelumnya.  Jumlah penumpang telah mencapai delapan orang. Bahkan, sekarang taksi telah dipenuhi dengan berbagai macam bawaan penumpang. Bahkan, ada  dua karung bertumpuk di dekat pintu taksi, entah apa isi karung itu. Taksi melaju dengan kencang...

Rahasia Gunung Semeru

Part VII Pria itu menerima gulungan kain dengan hormat, dia juga membungkukkan badannya saat menerima gulungan itu dan perlahan membukanya. Sesaat pria itu melihat Sans dan menarik nafas panjang sebelum mulai membaca dia berkata, "Ini peninggalan Empu Bameswara Tirtayasa  ditulis pada masa Khadiri. Tulisan ini memakai Bahasa Jawa Kuno dengan huruf Kuadrat." tentu saja Tuan sudah lupa. "Lupa?" tanya Sans tidak mengerti. "Kala itu, Tuan adalah panglima kami, junjungan kami, panutan kami, juga pengayom kami," jelas pria itu. "Thihita Ka Rana. Itu selalu Tuan ajarkan pada kami," lanjutnya. Dahi Sans mengernyit, dia sama sekali tidak mengerti. Namun, dia menunggu penjelasan pria itu. "Sikap hidup yang seimbang antara memuja Tuhan dengan mengapdi pada sesama manusia serta mengembangkan kasih sayang pada alam dan lingkungan. Jadi selain hidup rukun dengan sesama manusia, masyarakat juga diajarkan rukun dengan alam," itu yang selalu...